Tuesday 18 October 2011

Untukmu yang selalu kurindu


Untukmu yang selalu ku rindu…
sosok yang tersisa dalam memoriku,
akulah pengagum setiamu,
yang tak bosan membaca biografimu,

Abiii…
Kata yang ingin ku ucap di pagi hari,
Sebutan untuk seorang panutan dalam keluarga ini,
Yang memberikan perhatian ketika ku lahir,
Yang menjadi kata dalam doa di siang dan malam hari,

Kemarahanmu adalah jiwaku
Petuahmu adalah jalan lurusku
Kau adalah ilham dalam hidupku
Kau adalah pembimbing spiritualku
Jika mungkin ku terlahir kembali
Ku ingin kau jadi ayahku lagi.

Dan aku bangga menyisipkan namamu di balik namaku,
Agar mereka tahu, aku akan mengikuti jejakmu
Dan sebagai cambuk bagiku agar selalu menjaga nama baikmu,

Monday 26 September 2011

My Personalized


I grow up in Aceh culture neighborhood. The beautiful culture teaches me how to respect older people and love younger people. My education background is same as most people in Aceh. Six years in elementary school, three years in junior school and three years in senior high school.
When I was in senior high school, I had a chance to learn traditional dances, there are Rapa’I Geleng, Likok Pulo and Saman.  It is a great chance for me to introduce our beautiful dances to other people. In 2007 I enter mathematics department, Faculty of science, Syiah Kuala university. In my first year, I had a chance to follow Student Critical Thought Competition Paper National Level On Field Politics, Law and Security Held By Ministry of High Education (Dikti). I was invited by Dikti to present our presentation in Surabaya. Also in 2008, I had a chance to went to japan, to follow student exchange together with 9 students and 2 lecturers from Faculty of science. Last July to September, 2010 I had a chance to went to Taiwan to follow summer internship program together with my college friend.
I ever travelled to Japan and Taiwan to make relationship and improvement to myself. Open my mind and engage with global community. I still keep in touch with the professors, friends in that country but it not enough. Right now, my English still poor and I need more experience to make me become ready to face the world.
I also try to be a good member and leader of organizations. I joined Lembaga Dakwah Kampus FMIPA, PEMA FMIPA, PEMA Unsyiah and ILMMIPA Indonesia. There are a lots of thing that I learned when I was in organization, I also have a chance to traveled some city in Indonesia like Riau, Pontianak to attend student meeting. I have a lots of story during my college time and some of the story I wrote it in my blogsite: www.akhitaufiq.blogspot.com. I just share what I have got so everyone could feel what I feel and learn from my experience.
I will continue learning in everywhere, every time during my life time to make me become a good person and leader in the future.

Saturday 10 September 2011

NGO pi

Ini bukan cerita tentang NGO (Non-Government Organization) atau yang dalam bahasa Indonesianya sering disebut dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Karena ini sepenuhnya tentang aktivitas ringan “minum kopi” atau bahasa slanknya ngopi.
Aku tidak akan bercerita tentang uniknya Aceh dengan warung kopi bertebaran di berbagai sudut kota.  Juga bukan tentang kopi aceh yang sangat terkenal dan harum serta rasannya yang khas. Atau tentang kopi luwak yang mahal itu dengan proses pembuatannya yang mungkin masih dipertentangkan oleh masyarakat karena melalui proses feses dari sebuah binatang.
Karena ini cerita tentang proses menambah database teman, mempererat tali silaturrahmi serta proses pertukaran ide dan fikiran, yang terkadang prosesnya sering berlangsung sambil ngopi. Akhirnya aku menyukai aktifitas ngopi, walaupun terkadang kuhindari agar tidak keseringan serta terkesan membuang waktu. Karena juga terkadang jika aktifitas ngopi tidak dibarengi dengan obrolan yang berkualitas, diskusinya bisa tidak terarah pokoknya berefek negative lah…
Berawal dari gabung konkow bareng sesama aktifis di kampusku, sesama kawan letting di perkuliahan, kawan SMA, SD. Apalagi di moment hari raya Idul fitri ini, kebanyakan kawanku yang sudah melanglang buana pulang ke Aceh, pada saat itulah kami ngumpul di warung kopi. Seperti semalam aku ngopi bareng sama abang-abang mahasiswa dari berbagai universitas dan negara. Ada yang sudah selesai Masternya di Taiwan, ada yang sedang menyelesaikan Ph.D nya bahkan ada yang postpone S1 nya, hehe.. beragam latarbelakang membuat diskusi semakin mantap, walaupun canda tawanya pun menggelegar. 

Thursday 1 September 2011

Kesyahduanku..

Malam-malam syahdu,
malam-malam dialog mesra,
malam-malam curahan jiwa kepada Pencipta

Sungguh ya Rabb aku merasa tentram, bahagia serta bertambah cinta ini semakin kuat kepada-Mu,
sungguh nikmatnya tak terbayarkan, tak tergantikan..

ketika air mata itu tercurah tak terduga..
ketika ku sujud seakan aku merasa sangat dekat dengan Mu..
seakan aku merasakan surga dan neraka dalam waktu yang bersamaan..

Sungguh aku menginginkan malam-malamku selalu malam mahabbah kepada-Mu,
seandainya bulan cinta ini tak berlalu,
seandainya malam-malam mesra itu selalu ada,
aku akan sibuk dalam kesyahduanku..

oh Ramadhan,..
mengapa kau begitu cepat berlalu..

oh malam-malam qiyamul lail..
belum kering rasanya air mataku..
belum usai semua untaian doaku,
belum sempurna rasanya Tuma'ninahku

Besar harapan,..
tersungkur kami memohon..
agar kami bisa bercengkrama dengan mu lagi,
berdialog mesra, curahan jiwa, larut dalam kesyahduannya..


Terimalah cinta ini ya Rabb,..
karena aku tidak memiliki cinta sebesar cinta kepada Mu...


*Mesjid Al-Furqan
  Ramadhan 1432 H

Sunday 13 February 2011

Catatan Pengabdian Seorang Relawan

Banyak yang mengartikan kata relawan yaitu rela tidak melawan, rela waktu dan tenaganya terkuras, pikiran terpecah dan bahkan mengikhlaskan sebagian dari hartnya untuk digunakan dalam kegiatan social. Dengan prinsip mengabdi sebagai tanggung jawab social kepada masyarakat seorang relawan yang ideal menyatu dengan masyarakat, merasakan apa yang selama ini menjadi kegelisahan, memecahkan permasalahan kemasyarakatan, menyuntikkan vitamin kehidupan bertenggang rasa serta menyalurkan ide-ide brillian guna mendorong kehidupan yang produktif dan berkualitas.

Sebagai Agent of change sudah sepatutnya sebagai mahasiswa memikirkan dan mencurahkan sebagian tenaganya untuk masyarakat di area yang tidak terjamah oleh derasnya arus pembangunan dan kemajuan dalam berbagai bidang. Hal ini mungkin bisa disebabkan oleh nepotismenya kekuasaan, piciknya kemajuan teknologi, kemunafikan pemerataan pendidikan dan yang paling besar adalah keserakahan kepemimpinan. Semoga penulis dan pembaca dijauhkan dari kerasnya hati yang membuat kita tidak peka terhadap penderitaan yang meraung-raung dan merindukan iba para pemimpin dan juga semoga kita selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan karena sungguh siapapun anda, apapun profesi anda, ada nikmat Allah yang melekat yang tak mampu kita balas walaupun dengan ibadah beribu tahun lamanya.

Bakti social yang diadakan di desa Burlah kecamatan Ketol kabupaten Aceh tengah cukup menyisakan banyak catatan penting yang menjadi hikmah dan introspeksi kita bersama. Kami para relawan mengabdi selama 10 hari di desa tersebut, membaur dengan masyarakat yang hampir tidak memiliki target kehidupan di masa yang akan datang, hanya memikirkan isi perut hari ini, menjalani hari esok seperti hari-hari biasa, tanpa ada gebrakan dan usaha untuk keluar dari system.

Burlah memiliki arti “tengah-tengah”, yang maknanya desa yang diapit oleh bukit atau berada di antara 2 desa yang lainnya. Kebanyakan masyarakat di desa ini berprofesi petani, karena memang demografi desa burlah dipenuhi dengan bukit-bukit sehingga bagus untuk bercocok tanam. Pada pagi hari para kepala keluarga bahkan seluruh anggota keluarga bergegas menuju kebun untuk merawat dan memetik hasil perkebunan, jika sore telah menjelang mereka baru kembali ke kediaman masing-masing, bahkan ada salah seorang masyarakat yang kami temui sudah satu minggu berada di kebun yang jauh dari rumahnya. Biasanya pada hari jumat kebanyakan masyarakat tidak berkebun, mereka biasanya membersihkan rumah, memperhatikan keluarga, pengajian serta beribadah bersama-sama di mesjid. Jika malam telah menjelang, suasana desa ini begitu sepi dan sunyi, memang ada beberapa rumah yang memiliki televisi namun pada jam 10 keatas rata-rata masyarakat sudah terlelap, sangat jarang adanya kehidupan malam atau ada yang begadang, mereka betul-betul memanfaatkan gelapnya malam untuk beristirahat.

Masyarkat Burlah tidak menjadikan pendidikan sebagai satu aspek yang urgen bagi anak-anak mereka, tingkat sekolah yang paling tinggi yang mereka raih hanya sampai SMA, kebanyakan dari mereka hanya sampai SMP, kemudian menikah, berkeluarga, bercocok tanam begitulah seterusnya. Memang dari proses kehidupan masyarakat Burlah ada sisi negative dan positivenya. Hal yang patut di tiru adalah kegigihan dan kerja keras, lihatlah bagaimana mereka konsisten dalam bertani stiap harinya mulai pagi hingga sore harinya. Tubuh mereka selalu mengeluarkan keringat sehingga jauh dari penyakit kolesterol. Tidak meleknya mereka terhadap teknologi membuat kehidupan masyakat yang bersosial tinggi. Tidak seperti kehidupan di kota yang mulai individualis dan materialis.

Memang sisi negativenya lebih besar, yaitu karena pendidikan mereka tidak memadai membuat masyarakat terbelakang sehingga mereka tidak tahu bagaimana caranya menagih hak serta ikut dalam proses politik yang sehat, kurang masuknya informasi membuat mereka tidak mengenal dunia luar dan enggan untuk berubah, dan yang paling penting karena pengetahuan agama yang minim membuat suasana kampung yang tidak hidup, gersang akan nuansa rohani dan membuat anak-anak tidak tahu arti hidup dan makna beribadah sebagai bentuk syukur atas nikmat yang diberikan.

Kedatangan kami para relawan menyuntikkan vitamin untuk mengembalikan proses kehidupan perkampungan yang selama ini di dambakan walaupun apa yang kami perbuat tidak maksimal dan jauh dari kesempurnaan, setidaknya ada perbedaan dan hal-hal baru yang kami berikan. Mulai dari divisi Pendidikan yang menjadikan murid SD sebagai sasaran pengabdian, membuat pustaka kampong serta mengajari dan memotivasi murid dengan metode-metode yang menyenangkan. Divisi mental dan spiritual focus untuk menghidupkan nuansa rohani mulai dari menghidupkan mesjid, mengajar anak-anak TPA dan mengadakan pelatihan serta perlombaan keagamaan. Divisi kesehatan mencakup smua sasaran masyarakat dengan program penyuluhan, pelatihan dan pengobatan massalnya. Divisi social masyarkat mencoba menghidupkan perangkat kampong, olahraga serta pelatihan-pelatihan yang bermanfaat. Menariknya divisi pertanian karena membagikan serta menanam pohon disekitar perkampungan juga penyuluhan dan pelatihan pupuk serta hasil pertanian. Bukti kerja yang nyata dapat dilihat dari divisi insfrastruktur, karena kami mengecat mesjid, memperbaiki MCK serta memberikan nama lorong. Memang ada beberapa program dadakan yang terfikirkan oleh relawan serta ada juga beberapa program yang tidak terlaksana disebabkan tidak mendukungnya sarana dan prasarana.

Sebagai relawan yang budiman proses pembelajaran harus terus dilakukan, kami belajar bagaimana menyatu dengan alam yang menjadikan sungai sebagai tumpuan. Baik untuk konsumsi sampai dengan MCK. Lelahnya dalam bekerja terbayarkan dengan cerianya masyarakat serta tawanya anak-anak. Refleksi kehidupan perkampungan dengan minimnya peralatan bahkan komunikasi yang terputus membuat kami sadar akan bahagianya kehidupan kami selama ini. Seharusnya kami lebih bersyukur dan lebih berusaha tanpa harus mengeluh akan penatnya pikiran. Semoga kita semua dapat terus mengupgrade diri dan tetap istiqamah serta memaksimalkan potensi yang ada guna berbuat dan memberikan yang terbaik dan menjadi pribadi yang budiman.